Riba di Balik Gaya Hidup Modern

Riba di Balik Gaya Hidup Modern — Kaffahmedia

Riba hari ini tidak lagi sekadar "bunga bank"ia bertransformasi menjadi produk, fitur, dan budaya yang terasa "normal". Artikel ini mengajak pembaca melihat balik kemasan modern itu dan memahami bagaimana para ulama kontemporer membaca fenomena tersebut.

Kalau dulu riba itu sederhana pinjam 100, bayar 120 ini ia bertransformasi menjadi mekanisme canggih yang tersembunyi di balik aplikasi keuangan, bank digital, leasing kendaraan, hingga instrumen investasi negara. Teknologi menjadikannya praktis, pemasaran menjadikannya normal, regulasi menjadikannya legal. Namun para ulama menegaskan bahwa yang berubah hanyalah bungkusnya, bukan hakikatnya. Syekh Taqiyuddin An-Nabhani menolak keras penggantian istilah seperti “margin”, “ujrah”, atau “imbal hasil tetap” selama ada tambahan atas pinjaman, itu tetap riba nasi’ah. Dr. Wahbah az-Zuhaili juga menegaskan bunga bank modern identik dengan riba jahiliyah, sementara Qaradawi mengingatkan: “Jika hakikatnya bunga, maka ia adalah riba meski diganti seribu nama.” Bahkan Majma’ al-Fiqh al-Islami memfatwakan bahwa seluruh bentuk bunga bank, sekecil apa pun dan sehalus apa pun penyamaran istilahnya, tetap tergolong riba yang menciptakan ketimpangan struktural.

Menariknya, kritik terhadap riba modern tidak hanya datang dari ulama. Sejumlah ekonom dan pemikir sekuler justru mengungkap sisi gelap yang sama. Keynes menyebut bunga sebagai alat bagi para pemilik modal untuk mengendalikan masyarakat. Thomas Piketty menunjukkan bagaimana keuntungan modal (r > g) memicu ketimpangan permanen. ichael Hudson menyebut sistem perbankan modern sebagai “pabrik utang”, sementara David Graeber menilai utang berbunga telah digunakan sepanjang sejarah sebagai alat dominasi sosial. Dengan kata lain, penolakan terhadap riba bukan sekadar isu halal-haram, tapi kritik terhadap struktur ekonomi global yang membuat uang melahirkan uang tanpa aktivitas produktif ,sementara masyarakat dibiarkan tenggelam dalam perangkap konsumsi, cicilan nol persen, dan obligasi berbunga. Riba modern bukan fenomena masa lalu; ia meresap dalam gaya hidup kita hari ini.

Riba yang Berkeliaran Dalam Kehidupan Sehari-hari

Coba lihat sekitar: riba hadir lewat fitur yang kita anggap biasa. Berikut contoh konkret yang sering kita jumpai.

Kartu Kredit

Cashback, poin, dan cicilan 0% memikat. Tapi keterlambatan bayar berujung late fee, bunga harian, dan jebakan minimum payment yang membuat utang berkepanjangan.

Paylater

Fitur di banyak aplikasi: belanja dulu, bayar nanti. Ada biaya layanan, penalti keterlambatan, dan skema cicilan yang menaikkan total harga seringkali bunga dalam rupa baru.

Leasing Kendaraan

Harga tunai motor 20 juta bisa menjadi 27–30 juta lewat leasing. Kenaikan ini jarang terkait jasa nyata lebih mirip tambahan pinjaman berkala.

Obligasi & Reksadana Pendapatan Tetap

Obligasi: investor meminjamkan modal dan menerima bunga. Produk ini legal dan normal tetapi substansinya menyerupai riba klasik.

Pinjaman Online (Pinjol)

Bunga harian, potongan di muka, penalti tinggi, dan praktik penagihan agresif. Bentuk riba yang paling eksplisit dan merusak.

"Uang melahirkan uang tanpa aktivitas produktif." Prinsip utama yang dipersoalkan para ulama.

Bagaimana Sistem Menjadikan Riba Sebagai Fondasi

Riba bukan hanya soal transaksi individu ia adalah mesin utama yang menggerakkan sistem kapitalisme modern. Dalam struktur ini, uang tidak sekadar alat tukar, tetapi komoditas yang diperdagangkan untuk menghasilkan uang baru. Negara menyalurkan riba melalui obligasi dan utang luar negeri; bank mencetak keuntungan lewat bunga kredit; pasar modal memindahkan kekayaan dari rakyat ke investor besar melalui instrumen berbunga; dan lembaga internasional seperti IMF menjerat negara berkembang dengan skema utang berbasis bunga yang memperpanjang ketergantungan.

Inilah yang oleh An-Nabhani disebut sebagai arsitektur sistemik: kapitalisme berdiri di atas pondasi riba, sehingga riba bukan sekadar penyimpangan, melainkan jantung operasionalnya. Selama struktur ini tidak diubah, masyarakat hanya akan menjadi pengguna akhir dari mesin riba global membayar cicilan, menanggung pajak bunga utang negara, dan ikut menjaga superioritas pusat finansial dunia. Dengan kata lain, riba tidak akan pernah bisa dihapus hanya dengan moral individu; ia menuntut perubahan sistem yang memutus aliran riba dari hulu (kebijakan negara) hingga hilir (kehidupan rumah tangga).

Dampak

  • Konsentrasi kekayaan pada institusi finansial
  • Kemiskinan struktural dan perangkap utang
  • Keterbatasan ruang bagi ekonomi produktif

Ironisnya, sejumlah produk berlabel syariah tetap mengadopsi logika kapitalistik: margin yang mengikuti suku bunga, akad kompleks yang menutup hakikat pinjaman, serta sukuk yang seringkali berfungsi seperti obligasi. Ini bukan sekadar masalah istilah melainkan apakah sistemnya benar-benar mewujudkan prinsip syariah atau sekadar branding.

Catatan Kaffahmedia
Syariah bukan kosmetik. Bila struktur masih memperdagangkan uang, maka label 'syariah' tidak menghapus riba.

Solusi: Lebih dari Sekadar Menjauhi Bunga

Riba bukan sekadar pelanggaran moral; ia adalah kejahatan ekonomi yang membangun kekayaan tanpa kerja, dan memindahkan risiko kepada mereka yang lemah. Selama negara dan pasar bertumpu pada riba, setiap individu meski tidak meminjam akan tetap tersentuh dampaknya: kenaikan harga, pajak untuk membayar bunga utang, dan standar hidup yang memburuk.

Nabi ﷺ mengingatkan bahwa riba akan menjadi atmosfer sosial akhir zaman, sulit dihindari meski seseorang berusaha keras:

«سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يَبْقَى أَحَدٌ إِلَّا أَكَلَ الرِّبَا، فَإِنْ لَمْ يَأْكُلْهُ أَصَابَهُ مِنْ غُبَارِهِ»
(HR. Abu Dawud)

“Akan datang kepada manusia suatu zaman ketika tidak seorang pun yang tidak memakan riba. Jika ia tidak memakannya, maka ia akan terkena debunya.”

Dalam perspektif Islam sistemik, solusi terhadap riba harus menyentuh arsitektur ekonomi, bukan sekadar keputusan konsumsi individu:

  • Melarang negara membiayai fiskal melalui utang berbunga dan menghentikan skema obligasi
  • Mengganti pembiayaan publik dengan kepemilikan aset umum yang dikelola negara
  • Menghidupkan baitul mal, zakat, dan wakaf sebagai instrumen redistribusi permanen
  • Membatasi sektor finansial agar tidak mendominasi sektor riil dan produksi
  • Mendorong pembiayaan berbasis kemitraan (mudharabah, musyarakah) yang membagi risiko dan hasil

Sistem ekonomi Islam bukan anti-finansial; ia mengembalikan fungsi finansial sebagai pelayan produksi, bukan penguasa masyarakat. Kapital tidak boleh melahirkan kapital tanpa kerja riil, negara tidak boleh menggantungkan fiskal pada utang berbunga, dan kesejahteraan tidak boleh bergantung pada pertumbuhan kredit.

Penutup

Kita hidup di era ketika kapitalisme digital, gig‑economy, dan riba tidak hanya bekerja secara terpisah, tetapi membentuk sebuah ekosistem yang memaksa individu untuk menerima ketidakpastian sebagai takdir dan ketidakadilan sebagai harga kemajuan. Dalam struktur seperti ini, problem moral tidak bisa diselesaikan dengan nasihat personal, sementara problem sistemik tidak bisa diperbaiki dengan solusi kosmetik.

Islam tidak menawarkan tambalan, tetapi arsitektur peradaban yang konfrehensif: menegakkan keadilan sosial melalui sistem kepemilikan, menghapus riba, menundukkan pasar pada syariah, dan memulihkan martabat manusia di atas modal. Selama sistem bertumpu pada logika akumulasi materi, manusia akan terus dikorbankan sebagai variabel produksi; tetapi selama ada pandangan hidup yang memosisikan manusia sebagai khalifah, maka selalu ada kemungkinan peradaban yang lebih manusiawi.

Tantangan hari ini bukan sekadar menjelaskan bahwa kapitalisme rusak, tetapi memberi keyakinan bahwa ada sebuah sistem yang lebih baik dan mampu menjamin keberlangsungan peradaban yang unggul dan manusiawi. Sebuah proyek besar yang menuntut keberanian intelektual, keteguhan moral, dan kesadaran politik. Sebab masa depan tidak akan berubah oleh kritik, tetapi oleh mereka yang berani melangkah mewujudkan dunia baru yang berkah dan bermartabat di dunia dan akhirat

Rekomendasi Bacaan

Produk

KITAB SISTEM EKONOMI ISLAM TERJEMAHAN

Buku Sistem Ekonomi Islam ini merupakan kekayaan pemikiran Islam yang sangat berharga dan amat langka. Sebab, buku ini merupakan buku pertama pada zaman sekarang, yang mampu menjelaskan fakta ekonomi Islam secara jelas dan gambling

Cek di Shopee
Produk

Buku Sistem ekonomi dunia

Buku Sistem ekonomi dunia yang ditulis dengan bahasa yang renyah dan mudah dipahami, cocok untuk pembaca umum.

Cek di Shopee
🤲 Dukung Kaffah Media Bantu jaga dakwah dan konten ideologis tetap berjalan.
📡 Ikuti Saluran Kaffah Media Semua artikel baru & catatan ideologis langsung ke perangkatmu. Tanpa tergantung algoritma.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak