Kaffah Edisi 420 (30 Jumada al-Ula 1447 H/21 November 2025)
Isu mengenai jaminan kesehatan kembali mengemuka. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin baru-baru ini mewacanakan agar BPJS tidak lagi melayani pasien dari kalangan orang kaya. Mereka diarahkan untuk menggunakan asuransi swasta. Pasalnya, BPJS disebut sering mengalami defisit. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, BPJS hanya mencatat kondisi positif pada tahun 2016, 2019, 2020, 2021 dan 2022. Tahun-tahun lainnya berada dalam kondisi minus.
Pernyataan ini menuai kritik karena bertolak belakang dengan prinsip dasar BPJS. BPJS adalah sistem jaminan kesehatan berbasis subsidi silang. Pada praktiknya ia merupakan pungutan wajib negara kepada mayoritas warganya.
BPJS: Pungutan Zalim
Kritik semakin menguat. Pasalnya, BPJS memberlakukan pungutan yang bersifat memaksa. Warga negara yang tidak membayar iuran BPJS dikenai berbagai sanksi administratif, seperti kesulitan mengakses layanan publik tertentu. Skema BPJS seperti ini jelas zalim. Faktanya, BPJS sering menambah beban rakyat di tengah kondisi ekonomi yang kian berat. Sebagai bukti, hingga kini lebih dari 28 juta warga tercatat menunggak iuran BPJS. Angka ini menunjukkan bahwa banyak rakyat tidak sanggup membayar. Alih-alih meringankan beban masyarakat, mekanisme iuran justru memperparah kondisi ekonomi rumah tangga, terutama masyarakat berpenghasilan rendah.
Dari perspektif hukum Islam, asuransi konvensional, termasuk model BPJS, dipandang problematik. Pasalnya, di dalamnya ada unsur gharar (ketidakjelasan), maysîr (spekulasi) dan riba. Akadnya juga batil.
BPJS didasarkan pada sistem ekonomi kapitalis. BPJS terbukti menambah beban ekonomi rakyat sekaligus menambah angka kemiskinan. Padahal kesehatan merupakan kebutuhan dasar rakyat dan merupakan hak rakyat yang harus dilayani oleh negara.
BPJS adalah bentuk lepas tanggung jawab negara dalam penyediaan layanan kesehatan bagi warganya. Negara kapitalis modern sering memosisikan kesehatan sebagai komoditas ekonomi, bukan hak dasar rakyat. Akibatnya, jaminan atas layanan kesehatan diserahkan pada mekanisme pasar. Negara hanya berperan sebagai regulator atau penarik iuran belaka.
Islam Menjamin Layanan Kesehatan Rakyat
Paradigma dan skema BPJS ala kapitalis ini jelas bertentangan dengan prinsip dasar siyâsah syar’iyyah, yaitu kewajiban negara untuk mengurus semua urusan rakyat, termasuk menjamin kebutuhan dasar rakyat. Dalam Islam, kepala negara (Khalifah) adalah pengurus rakyat. Ia haram mengabaikan apalagi menzalimi rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda:
الْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Pemimpin orang banyak (Kepala Negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya
(HR al-Bukhari)
Berdasarkan hadis ini, negara wajib menyediakan kebutuhan vital rakyat, termasuk fasilitas dan layanan kesehatan, tanpa membebani rakyat dengan pungutan yang memberatkan. Islam menjamin layanan kesehatan publik; pengobatan, penyediaan obat-obatan, fasilitas umum yang berkaitan dengan kesehatan seperti MCK di tempat umum, dsb.
Selain jaminan layanan kesehatan bagi semua lapisan masyarakat, dalam sistem Islam, negara juga akan mengedukasi masyarakat untuk hidup sehat dan mengonsumsi makanan bergizi. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ حَلَٰلًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
Hai sekalian manusia, makanlah kalian dari apa saja yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh kalian yang nyata
(TQS al-Baqarah [2]: 168)
Islam menempatkan kesehatan sebagai salah satu kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh negara. Dalam berbagai literatur fiqih Islam, seperti Al- Kharâj karya Abu Yusuf atau Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah karya al-Mawardi, dijelaskan bahwa negara bertanggung jawab menyediakan pelayanan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat.
Al-Mawardi juga menegaskan bahwa negara wajib menyediakan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, klinik, balai pengobatan; menyediakan obat-obatan dan peralatan medis; menyediakan sumber air bersih, pemandian umum dan fasilitas sanitasi. Dalam Islam, negara juga wajib menyediakan layanan pendidikan kesehatan untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kualitas hidup.
Pada masa Rasulullah saw., fasilitas kesehatan seperti Khima’ Rufaida (tenda pengobatan Rufaida al-Aslamiyyah) dibiayai oleh negara dan disediakan untuk umum. Pada masa Khilafah ar-Rasyidah dan Daulah ‘Abbasiyah berdiri bimaristan (rumah sakit umum) yang memberikan layanan gratis; lengkap dengan obat-obatan, perawatan spesialis hingga layanan kesehatan jiwa.
Pemeliharaan kesehatan oleh Negara Islam didasarkan pada salah satu tujuan syariah, yakni untuk menjaga jiwa manusia. Menjaga satu jiwa manusia, dalam pandangan Islam, seolah menjaga semua jiwa manusia. Begitu pun sebaliknya. Karena itu kesehatan seluruh rakyat harus dijamin oleh negara, bukan diperdagangkan atau diserahkan kepada mekanisme pasar dan industri asuransi.
Dengan tegas al-Quran memerintahkan kita agar memelihara jiwa (hifzh an-nafs) sebagai salah satu tujuan syariah. Allah SWT berfirman:
وَمَنۡ أَحۡيَاهَا فَكَأَنَّمَآ أَحۡيَا ٱلنَّاسَ جَمِيعًا
Siapa saja yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya
(TQS al-Maidah [5]: 32)
Sumber Pembiayaan
Dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), pembiayaan layanan kesehatan publik tidak dibebankan kepada rakyat secara langsung. Khilafah memiliki sumber pendapatan yang sangat beragam. Pengelolaan sumber daya alam (SDA)—yang sejatinya milik umum—seperti minyak, gas, hutan, tambang dan laut bisa menjadi sumber pembiayaan utama. Dengan begitu layanan kesehatan bagi rakyat bisa digratiskan.
Sumber daya alam (SDA) adalah milik rakyat yang wajib dikelola oleh negara. Hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat, termasuk untuk pembiayaan kesehatan mereka. Kekayaan strategis ini haram diserahkan kepada pihak swasta atau asing, sebagaimana yang terjadi saat ini.
Terkait kepemilikan umum atas sumber daya alam, Nabi saw. tegas bersabda:
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ: فِي الْمَاءِ، وَالْكَلَإِ، وَالنَّارِ
Kaum Muslim secara bersama-sama berhak atas tiga hal: air, padang rumput dan api
(HR Abu Dawud)
Dalam riwayat lain, Rasulullah saw., sebagai kepala negara, pernah menarik kembali hak pengelolaan suatu tambang garam dari Sahabat Abyadh bin Hammal. Pasalnya, belakangan baru diketahui deposit tambang tersebut berlimpah (menguasai hajat hidup orang banyak) (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Semua ini menjadi dalil bahwa pengelolaan sumber daya alam strategis tidak boleh diserahkan kepada pribadi/swasta apalagi pihak asing.
Selain dari sumber daya alam yang melimpah, sumber pembiayaan Negara Islam juga bisa dari fa’i dan kharaj. Bisa juga dari zakat yang dikhususkan untuk mustahiq sesuai ketentuan syariah. ‘Usyur dan jizyah juga menjadi sumber pembiayaan dalam pemerintahan Islam. Demikian juga berbagai pos pemasukan negara lainnya.
Dengan sumber keuangan yang melimpah, stabil dan halal, negara dapat menyediakan layanan kesehatan bagi seluruh warganya secara berkualitas, gratis dan tanpa iuran wajib seperti BPJS.
Potensi kekayaan alam Indonesia sangat besar. Ada emas, nikel, batubara, minyak, gas dan masih banyak yang lainnya. Jika semuanya dikelola sepenuhnya oleh negara secara benar, hasilnya sudah pasti dapat membiayai berbagai layanan publik, termasuk kesehatan, tanpa membebani rakyat.
Dalam pemerintahan Islam, tidak ada larangan pihak swasta mendirikan layanan kesehatan seperti klinik, rumah sakit, praktik dokter dan fasilitas terapi dan herbal. Namun demikian, layanan swasta tidak boleh menggantikan kewajiban utama negara. Negara tetap wajib menyediakan layanan dasar yang gratis dan mudah diakses. Swasta hanya berperan sebagai pelengkap, bukan sebagai penanggung layanan utama.
Ini berbeda dengan sistem kapitalis saat ini. Swasta justru sering menjadi pemain utama. Sebaliknya, negara menyerahkan sebagian besar kewajibannya kepada industri asuransi. BPJS sejatinya merupakan bagian dari kebijakan negara kapitalis modern yang berlandaskan pada komersialisasi kesehatan, pembiayaan berbasis iuran, mekanisme asuransi dan prinsip bisnis. Selama sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini, maka selama itu pula masyarakat akan semakin hidup sengsara.
Model kapitalis ini jelas bertolak belakang dengan pendekatan Islam yang menempatkan kesehatan sebagai hak dasar, bukan komoditas. Islam memberikan konsep yang sangat komprehensif dalam penyediaan jaminan atas layanan kesehatan. Dalam Islam, negara wajib menjamin pengobatan, menyediakan fasilitas dan layanan kesehatan, memberikan edukasi kesehatan, serta memastikan rakyat hidup dalam lingkungan yang sehat. Semua itu disediakan tanpa mekanisme iuran wajib, tanpa asuransi, dan tanpa komersialisasi.
Dengan pengelolaan kekayaan alam yang amanah, negara pasti mampu menyediakan layanan kesehatan yang gratis dan berkualitas, sebagaimana dicontohkan dalam sejarah panjang peradaban Islam.
Penutup
Dengan demikian, solusi hakiki bagi jaminan atas layanan kesehatan yang adil dan merata adalah dengan kembali pada sistem Islam. Dalam sejarah, sistem Islam yang diterapkan oleh negara (Khilafah) telah terbukti menghadirkan kesejahteraan dan layanan publik berkualitas selama berabad-abad. Dengan sistem Khilafah inilah seluruh rakyat akan mendapatkan layanan kesehatan yang terjangkau, berkualitas dan berkeadilan.
Alhasil, saatnya negeri ini membuang sistem kapitalisme yang terbukti telah menyengsarakan rakyat. Saatnya negeri ini menegakkan sistem pemerintahan Islam yang menerapkan syariah Islam secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan.
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. [] ---*---
Hikmah:
إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا وَإِذَا حَكَمۡتُم بَيۡنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحۡكُمُواْ بِٱلۡعَدۡلِۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعَۢا بَصِيرًا
Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyerahkan amanah kepada yang layak menerima amanah itu. Allah pun menyuruh kalian, jika kalian menetapkan hukum di antara manusia, agar kalian berlaku adil. Sesungguhnya Allah memberi kalian pengajaran yang sebaik-baiknya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
(TQS an-Nisa’ [4]: 58)
✨ Ringkasan Singkat: BPJS & Kewajiban Negara Menjamin Kesehatan
- BPJS adalah pungutan wajib yang membebani rakyat dan berjalan dengan pola pikir kapitalis.
- Secara fikih, skema semacam asuransi konvensional mengandung gharar, maysir, dan riba.
- Dalam Islam, negara wajib menjamin kesehatan rakyat secara gratis dan layak, bukan menjualnya lewat iuran.
- Pembiayaan kesehatan di sistem Islam diambil dari pengelolaan SDA milik umum dan pos-pos pemasukan negara yang halal.
- Solusi hakiki: meninggalkan model kapitalis dan kembali pada sistem pemerintahan Islam yang menerapkan syariah secara kâffah.
Apa masalah terbesar BPJS menurut tulisan ini?
BPJS menjadikan kesehatan bergantung pada iuran yang menekan rakyat, akadnya bermasalah secara syar‘i, dan menunjukkan negara lepas tangan dari kewajiban menjamin kesehatan secara langsung.
Bagaimana Islam membiayai layanan kesehatan gratis?
Dari pengelolaan sumber daya alam milik umum (minyak, gas, tambang, dll.) dan pos pemasukan negara seperti fa’i, kharaj, jizyah, serta pemasukan halal lain, tanpa menarik iuran wajib seperti BPJS.
Apa solusi praktis yang ditawarkan?
Mengganti sistem kapitalis yang mengkomersialisasi kesehatan dengan sistem Islam (Khilafah) yang mewajibkan negara menjamin layanan kesehatan berkualitas, gratis, dan merata bagi seluruh rakyat.
