Invasi Budaya dalam Senyap: Dampak TikTok terhadap Identitas

Fenomena pergeseran budaya tidak lagi hanya berupa perubahan nilai antar-generasi atau dialog sosial panjang. Di era digital ini, salah satu aktor tak terlihat yang paling berpengaruh adalah TikTok lebih dari sekadar platform hiburan, tetapi mediator budaya dan pembentuk cara pandang masyarakat.

Dengan sekitar 1,59 miliar pengguna aktif bulanan di tahun 2025, TikTok kini menghubungkan hampir 1 dari 5 orang di dunia melalui video pendek yang dikurasi algoritma.

Budaya Viral yang Mengalahkan Akar Identitas

Data terbaru menunjukkan lima negara terbesar pengguna TikTok:

  • Amerika Serikat — ±136 juta pengguna
  • Indonesia — ±108 juta pengguna
  • Brasil — ±92 juta pengguna
  • Meksiko — ±85 juta pengguna
  • Pakistan — ±67 juta pengguna

Kelima negara ini menyumbang sekitar 30% dari total pengguna global, memperlihatkan betapa kuat jangkauan sosial platform ini.

Mayoritas pengguna TikTok berada pada rentang usia 18–34 tahun, yaitu usia di mana identitas, preferensi, dan cara pandang hidup sedang dibentuk secara aktif.

Seperti yang pernah disorot Yuval Noah Harari, manusia modern kini tidak lagi mengkonsumsi informasi secara kritis melainkan “dibacakan” oleh algoritma yang menentukan apa yang muncul di depan mata.

Identitas yang Diproduksi oleh Algoritma

TikTok tidak hanya menyajikan hiburan. Ia menciptakan alur ide, selera, gaya hidup, bahkan cara berpikir. Algoritma memilih apa yang layak muncul di linimasa, dan preferensi pengguna mengikuti pola itu secara bertahap.

Filsuf Byung-Chul Han menyebut fenomena ini sebagai budaya exposure manusia mencari validasi melalui tampil dan dilihat, sehingga nilai hidup diukur dari perhatian, bukan dari kedalaman.

Akibatnya, budaya yang viral sering kali mengalahkan budaya lokal yang memiliki akar nilai lebih kuat. Identitas tidak lagi tumbuh secara alami, tetapi diarahkan oleh ritme algoritma.

Kesimpulan: Menyaring Budaya, Menyaring Diri

TikTok adalah cermin sekaligus pendorong perubahan budaya yang cepat. Generasi muda harus menyadari bahwa apa yang tampak viral bukan selalu yang bernilai. Identitas perlu disaring, bukan hanya diikuti.

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak punya ilmu tentangnya.”
(QS. Al-Isrā’: 36)
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.”
(HR. Abu Dawud)

Kedua pedoman ini menegaskan bahwa identitas adalah amanah. Ia perlu dijaga, disaring, dan diarahkan, bukan hanya dibentuk oleh algoritma yang mengejar viralitas.

Rekomendasi Bacaan

Produk

Bagaimana Media Sosial Menghancurkanmu

BAGAIMANA MEDIA SOSIAL MENGHANCURKANMU terbit di saat kebanyakan orang tidak bisa lepas dari media sosial. Buku ini adalah tentang ketidakmampuan masyarakat dalam membedakan antara dunia yang nyata dengan dunia media sosial. Ketidakmampuan itu pada gilirannya turut mengakselerasi kehancuran masyarakat.

Cek di Shopee
Produk

Medsos dan Dampaknya Pada Perilaku Keagamaan Remaja

Buku ini sangat relevan dan penting bagi siapa saja yang ingin memahami lebih dalam tentang pengaruh media sosial pada perilaku keagamaan remaja. Bagi para orang tua dan pendidik

Cek di Shopee
🤲 Dukung Kaffah Media Bantu jaga dakwah dan konten ideologis tetap berjalan.
📡 Ikuti Saluran Kaffah Media Semua artikel baru & catatan ideologis langsung ke perangkatmu. Tanpa tergantung algoritma.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak