Catatan atas rencana Kemenag menggelar Natal Bersama

Catatan Redaksi

Redaksi KaffahMedia · Catatan atas rencana Kemenag menggelar Natal Bersama pertama kalinya.


Ringkasan Isu Natal Bersama Kemenag Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Kementerian Agama (Kemenag) berencana menggelar perayaan Natal bersama pada Desember 2025. Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan rencana ini di acara Jalan Sehat Lintas Agama di Jakarta, Minggu (23/11/2025). Menurut Menag, langkah ini dimaksudkan untuk menegaskan peran Kemenag sebagai “promotor kerukunan” dan simbol komitmen terhadap toleransi antarumat beragama. Detail teknis pelaksanaan perayaan Natal—seperti lokasi dan format acara—hingga kini masih menunggu penjelasan lebih lanjut. Meski dikemas dengan narasi toleransi dan harmoni, kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran serius terkait batas-batas akidah, pluralisme, dan sinkretisme agama.
Sumber utama: Kompas.com dan laporan terkait.

Rencana Kementerian Agama menggelar Natal Bersama untuk pertama kalinya disambut dengan tepuk tangan di sebagian kalangan. Narasi yang dibangun sangat manis: demi kerukunan, harmoni, dan persatuan bangsa. Di ruang publik, kebijakan ini langsung diposisikan sebagai ujian “siapa yang toleran” dan “siapa yang intoleran”.

Namun sebagai media yang berpijak pada akidah Islam, kami perlu mengingatkan: persoalan ini bukan sekadar teknis seremoni, tetapi menyentuh wilayah batas-batas prinsipil antara toleransi yang dibenarkan syariat dan pluralisme/sinkretisme yang merusak akidah.

Islam mengakui keberadaan berbagai agama dalam realitas sosial. Al-Qur’an menyatakan: “Untuk kalian agama kalian dan untuk aku agamaku.” (TQS al-Kafirun [109]: 6). Namun pengakuan terhadap keberadaan agama lain bukan berarti pengakuan bahwa semua agama sama-sama benar. Justru Allah SWT menegaskan: “Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam.” (TQS Ali Imran [3]: 19). Karena itu, konsep pluralisme agamayang menyamakan semua agama sebagai jalan keselamatan bertentangan langsung dengan nas-nas qath’i.

Di titik ini, rencana Natal Bersama versi Kemenag mesti dibaca lebih jernih. Ini bukan sekadar “memberi ucapan” atau “mengizinkan perayaan umat lain”, tetapi langkah simbolik negara melalui institusi yang secara resmi mengurus agama. Ketika Kementerian Agama ikut menggelar perayaan ritual agama lain dengan mengatasnamakan kementerian dan dijadikan tradisi baru, maka ini bergerak ke arah normalisasi sinkretisme, bukan sekadar toleransi.

Islam memang memerintahkan toleransi dalam batas yang jelas. Pertama, tidak boleh ada pemaksaan dalam memeluk Islam (TQS al-Baqarah [2]: 256). Kedua, tidak boleh memaki sesembahan agama lain (TQS al-An’am [6]: 108). Namun pada saat yang sama, syariah melarang keras mencampuradukkan antara yang haq dan yang batil: “Janganlah kalian mencampuradukkan yang haq dengan yang batil.” (TQS al-Baqarah [2]: 42). Toleransi dalam Islam artinya hidup damai tanpa kompromi akidah, bukan merayakan ritual agama lain bersama-sama atas nama negara.

Patut dicermati, narasi yang dibangun Menag mengaitkan kejayaan dan kedaulatan bangsa dengan kerukunan lintas agama yang diwujudkan, antara lain, melalui simbol seperti Natal Bersama. Ini menyimpan problem serius di level frame: seolah sumber masalah bangsa adalah “kurang toleransi”, padahal fakta lapangan menunjukkan konflik horizontal berbasis agama relatif kecil dan biasanya dipicu persoalan teknis seperti rumah ibadah, bukan permusuhan akidah.

Sementara itu, sumber kezaliman yang nyata yakni penerapan sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari politik, ekonomi, dan pengelolaan negara hampir tidak disentuh. Atas nama toleransi, agama didorong semakin ke wilayah simbolik, sementara sistem sekuler yang melahirkan kemaksiatan legal, oligarki ekonomi, dan perampokan kekayaan umum dibiarkan mapan. Dengan kata lain, toleransi dipakai sebagai selimut ideologis untuk menutupi akar masalah yang sesungguhnya.

KaffahMedia memandang, rencana Natal Bersama Kemenag adalah bagian dari arus besar normalisasi pluralisme dan sinkretisme agama di level negara. Ketika lembaga resmi pemerintah menjadikan perayaan agama lain sebagai agenda bersama bukan sekadar memberi ruang bagi pemeluknya untuk beribadah maka batas antara menghormati pemeluk agama lain dan turut merayakan ibadahnya menjadi kabur.

Tentu, umat Islam tidak sedang diajak untuk menjadi kasar atau memusuhi tetangga non-Muslim. Islam jelas memerintahkan berbuat baik, berlaku adil, dan menjaga hak-hak mereka. Namun umat juga tidak boleh digiring untuk menganggap wajar langkah-langkah sinkretis yang berpotensi mengikis ghirah menjaga kemurnian akidah. Jika hari ini Natal Bersama dinormalkan atas nama Kemenag, apa yang akan dianggap “biasa” dan “wajar” sepuluh tahun ke depan?

Persoalan kerukunan sesungguhnya pernah mendapatkan jawaban paling konkret justru di masa Khilafah Islam. Selama berabad-abad, non-Muslim hidup di bawah naungan daulah Islam dengan jaminan keamanan, perlindungan harta, dan kebebasan menjalankan ibadah mereka tanpa harus ada ritual “lintas agama” atau perayaan bersama yang mencampuradukkan simbol ibadah. Kerukunan dibangun di atas keadilan hukum, bukan kompromi keyakinan.

Karena itu, KaffahMedia mengajak umat untuk memandang isu ini dengan kacamata akidah dan ideologi, bukan sekadar sentimen pro–kontra di media sosial. Tolak pluralisme dan sinkretisme agama, sambil tetap memegang teguh adab dan keadilan kepada pemeluk agama lain. Kritik terhadap Natal Bersama Kemenag bukanlah ajakan untuk membenci tetangga non-Muslim, tetapi upaya menjaga agar negara tidak menjadi motor pengikis akidah umat.

Pada akhirnya, kerukunan hakiki hanya akan tegak dalam sistem yang menempatkan syariah Allah sebagai sumber hukum, bukan dalam proyek simbolik toleransi yang menutupi sekularisasi semakin jauh. Di sinilah urgensi kembali membicarakan penerapan syariah kaffah dalam institusi Khilafah sebagai jalan menjaga akidah, menegakkan keadilan, dan mengatur hubungan umat beragama dengan adil tanpa harus mencampuradukkan agama.

🤲 Dukung Kaffah Media Bantu jaga dakwah dan konten ideologis tetap berjalan.
📡 Ikuti Saluran Kaffah Media Semua artikel baru & catatan ideologis langsung ke perangkatmu. Tanpa tergantung algoritma.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak