Kampanye toleransi yang tampak indah di permukaan bisa saja menyimpan agenda berbahaya: pengikisan akidah melalui pluralisme dan sinkretisme agama.
Belum lama ini Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menegaskan bahwa kebahagiaan, kejayaan dan kedaulatan sebuah bangsa tidak mungkin terwujud tanpa kerukunan umat beragama. Hal itu ia sampaikan dalam pembukaan acara Jalan Sehat Lintas Agama di kantor Kementerian Agama baru-baru ini.
Kemenag juga mengumumkan akan menggelar Natal Bersama di kantor Kementerian Agama. Kemenag menyebut hal itu sebagai pertama kalinya dalam sejarah.
Sebelumnya Kemenag juga meluncurkan program Kurikulum Cinta (KC), mulai dari tingkat Raudhatul Athfal hingga perguruan tinggi. KC memiliki lima pilar: (1) Cinta kepada Tuhan; (2) Cinta kepada sesama manusia; (3) Cinta kepada hewan dan tumbuhan; (4) Cinta pada alam semesta; (5) Cinta kepada bangsa.
Sekilas tampak indah. Akan tetapi, di balik kampanye toleransi ini terdapat agenda yang patut diwaspadai, yaitu penguatan paham pluralisme dan sinkretisme agama. Pluralisme agama berarti pengakuan bahwa semua agama sama. Sama-sama benarnya. Sama-sama berasal dari “Tuhan” yang sama. Sama-sama bersumber dari “mata air” yang sama. Karena itu tidak boleh ada monopoli klaim kebenaran (truth claim) antar pemeluk agama. Artinya, tidak boleh ada klaim bahwa agamanyalah yang benar, sementara agama lain salah. Adapun sinkretisme agama berarti pencampuradukan agama-agama. Di antara wujudnya adalah Natal Bersama, doa lintas agama, shalawatan di gereja, dan lain-lain.
Jelas, baik pluralisme agama maupun sinkretisme agama, adalah konsep batil yang berbahaya bagi akidah Islam.
Menolak Pluralisme Agama
Islam mengakui realitas sosial bahwa masyarakat memeluk berbagai agama yang berbeda-beda. Allah SWT berfirman:
Akan tetapi, Islam menolak pluralisme agama, yaitu anggapan bahwa semua agama sama benarnya dan sama-sama merupakan jalan keselamatan. Ini bertentangan dengan nas-nas yang qath‘i. Di antaranya firman Allah SWT:
Karena itulah Allah SWT menegaskan:
Alhasil, selain Islam adalah agama yang batil. Karena itu jelas, pluralisme agama bertentangan dengan akidah Islam. Bahkan ada riwayat bahwa Rasulullah saw. sempat marah kepada Umar bin al-Khaththab ra. saat beliau melihat Umar ra. sedang memegang/membaca lembaran dari Kitab Taurat. Beliau bersabda kepada Umar ra.:
Bahaya Sinkretisme Agama
Sinkretisme agama adalah mencampur ajaran-ajaran agama yang berbeda-beda atas nama kerukunan, harmoni dan toleransi. Hal itu berarti mencampuradukkan kebenaran (yakni Islam) dengan kebatilan (agama-agama lain). Jelas, hal ini dilarang keras oleh syariah Islam. Allah SWT tegas menyatakan:
Menutip Qatadah, Ibn Katsir menjelaskan makna ayat di atas, yakni:
Batas Toleransi dalam Islam
Seruan toleransi yang sering digaungkan hari ini sebenarnya bukan tentang menghormati perbedaan, tetapi alat politik untuk menormalisasi pluralisme. Padahal toleransi dalam Islam sangat jelas:
Pertama, Islam melarang siapa pun memaksa manusia memeluk Islam. Allah SWT berfirman:
Kedua, Islam melarang siapapun memaki sesembahan para pemeluk agama lain. Allah SWT berfirman:
Namun demikian, Islam tidak pernah menyamakan semua agama atau mencampuradukkan agama-agama. Allah SWT pun tetap menegaskan kekafiran orang-orang yang berada di luar Islam, seperti para penganut agama Yahudi dan Nasrani ataupun kaum musyrik. Allah SWT berfirman:
Persoalan Umat Hari Ini
Masalah utama umat hari ini, khususnya di negeri ini, bukanlah kurangnya toleransi. Selama ini tidak ada konflik antar pemeluk agama. Kalaupun ada, hal itu lebih karena pelanggaran terhadap aturan pendirian rumah ibadah; seperti membangun gereja di tengah pemukiman mayoritas penduduk Muslim tanpa mengindahkan aturan/prosedur yang seharusnya.
Persoalan umat hari ini tidak lain adalah munculnya ragam kezaliman akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem inilah yang membuat peran agama dipinggirkan, ragam kemaksiatan dilegalkan, dominasi oligarki dibiarkan, kekayaan alam milik rakyat dirampok habis-habisan sehingga mengakibatkan mayoritas rakyat didera kemiskinan, dan sebagainya.
Dengan demikian sekularisme inilah yang menjadi akar semua kegaduhan di negeri ini. Sama sekali bukan karena di negeri ini kurang toleransi.
Syariah Islam Menjaga Kerukunan
Islam telah memberikan solusi yang tuntas: penerapan syariah Islam secara kâffah dalam seluruh aspek kehidupan. Demikian sebagaimana dulu pernah terwujud selama berabad-abad lamanya sepanjang era Kekhilafahan Islam.
Sepanjang sejarahnya, Kekhilafahan Islam membuktikan toleransi yang luar biasa tanpa pluralisme dan sinkretisme agama. Fakta sejarah yang paling masyhur menunjukkan toleransi yang terang-benderang. Hal itu, antara lain, ditunjukkan oleh sikap dan kebijakan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. ketika menaklukkan Baitul Maqdis (Syam). Alih-alih melakukan penindasan, beliau justru mengeluarkan ‘Uhdat ‘Umar (Perjanjian Umar) yang menjamin keamanan kaum Nasrani. Disebutkan dalam perjanjian tersebut, antara lain:
Khalifah Umar ra. bahkan menolak untuk menunaikan shalat di dalam gereja. Semata-mata agar hal itu tidak dijadikan alasan oleh kaum Muslim untuk merampas rumah ibadah kaum Nasrani tersebut. Beliau memilih untuk menunaikan shalat di luar. Lalu di lokasi itulah dibangun masjid. Kebijakan ini menunjukkan bahwa kerukunan dalam Islam dibangun di atas keadilan dan penjagaan akidah Islam. Bukan dengan jalan kompromi dengan agama lain.
Demikianlah. Selama 13 abad, sepanjang era Kekhilafahan Islam, toleransi benar-benar nyata tanpa harus diwarnai oleh pluralisme atau sinkretisme agama, seperti ritual Natal bersama, doa lintas agama, dan sebagainya. Inilah kerukunan sejati yang dibangun di atas hukum Allah SWT, bukan kompromi keyakinan.
Penutup
Toleransi sejati tidak memerlukan pluralisme agama, apalagi sinkretisme agama. Islam telah mengajarkan cara hidup damai tanpa harus mencampuradukkan akidah. Agenda pluralisme dan sinkretisme agama yang kini didorong oleh Kemenag atas nama toleransi justru berpotensi merusak identitas dan keyakinan umat Islam.
Saatnya umat kembali pada pengamalan dan penerapan syariah Islam secara kâffah. Tentu dalam institusi pemerintahan Islam, sebagaimana dulu di era Khilafah. Khilafahlah satu-satunya institusi yang secara historis dan syar‘i terbukti menjaga akidah, mewujudkan keadilan serta menjamin kerukunan sesama manusia.
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []
Hikmah
Allah SWT berfirman:
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Katakanlah (Muhammad), “Hai Ahlul Kitab, marilah kita menuju satu kalimat yang sama di antara kami dan kalian, yakni agar kita tidak menyembah selain Allah; agar kita tidak menyekutukan Allah dengan apa pun; agar sebagian kita tidak menjadikan satu sama lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah (kepada mereka), ‘Saksikanlah, bahwa kami sesungguhnya adalah orang Muslim.’” (TQS Ali Imran [3]: 64). []